Tentang atma yang mendambakan chandra nandikara di tengah gulita
Di keheningan nisha, bayu menyapa tubuhku saat aku duduk di beranda,
sedang bercerita kepada tara dan chandra,
tentang betapa renjananya aku pada yang ku dambakan.
Sehingga aku merayu kepada pawana,
untuk menitipkan renjanaku,
di bawa bersama kirana rembulan untuk menyampaikannya pada sang pemilik nayanika itu.
Hatiku tidak baik, aku nestapa lagi.
Entah mengapa linang terus mengalir membasahi pipi saat aku mulai teringat padanya.
Mengapa begitu besar impak yang sang pemilik nayanika itu bekaskan dalam hati dan atmaku sehingga aku tidak mampu membuang rasa suka dan sayang ini padanya.
Aku gundah dan lara kerana dia,
tidakkah bisa hanya sekali saja dalam kehidupan ini,
aku dan dia menjadi satu walaupun aku tahu ini amatlah tidak seharusnya terjadi.
Namun, rasa ini tidak dapat ku hapus, tidak mampu aku membuangnya.
Mengapa yang kali ini berat untuk aku lepaskan?
Dia seperti bianglala yang hadir di cakrawala, indah untuk ditatap fana,
namun sukar untuk digapai menjadi nyata.
Aku telah lemas dan tenggelam di dalam lautan asmaralokanya, sehingga aku tidak berniat untuk menyelamatkan diriku keluar darinya.
Mengapa, kami dipertemukan di semesta ini namun tidak ditakdirkan untuk menjadi jatukrama?
Mengapa, harus dia yang menjadi sosok yang tak pernah mampu aku tatap netranya secara nyata?
Mengapa, dia yang selalu terlihat di mataku, meskipun orang-orang berkata bahawa tidak ada keistimewaan dari dirinya, namun ini aku yang tetap dengan mataku, yang masih ingin menatapnya tanpa memikirkan mendung yang akan datang menyapa atmaku kelak.
Jika tidak diizinkan rasa ini , hilangkanlah terus rasa cinta, sayang dan suka dari hati ini, wahai Pencipta-ku.
Bukan hanya rasa pada sang pemilik nayanika itu sahaja, tetapi pada semua yang akan hadir dalam hidup ku.
Biarlah aku hidup dengan hati dan atma yang kosong dan tiada rasa,
agar aku tidak selara ini setiap kali aku menginginkan orang yang ku suka,
kerana rasa ini tidak seharusnya tumbuh dalam atma ini.
Wahai sang pemilik nayanika, sajak ini tentang kamu yang menjadi tokoh utamanya,
yang didalamnya penuh dengan renjana.
Kerana dirimu lah aku hidup dengan aksara dan diksi-diksi indah,
yang seringku rangkaikan dengan pena bersama lembaran kosong,
untuk bercerita tentang segala yang terbuku di dalam atma ini,
agar kamu tahu betapa amertanya dan tulusnya rasa ini padamu.
Jangan ditanyakan mengapa aku bisa mencintaimu,
kerana yang aku tahu saat ini,
aku mendapatkan harsa saat melihat tawa dan senyummu.
Aku bukanlah orang yang petah berbicara,
jadi aku hanya mampu merangkai kata melalui aksara,
untuk dijadikan tatapan sang pemilik nayanika itu nanti,
kala aku sudah hirap dari buana ini.
Meski tidak dapat dia ku jadikan nyata, namun dia akan tetap amerta di bait-bait aksara dalam prosaku.
- unknown🪽
Comments
Post a Comment